Jumat, 15 Oktober 2010

Tugas 3

Franchising/Waralaba

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Terdapat dua pengertian pokok mengenai bisnis, pertama bisnis merupakan kegiatan-kegiatan, kedua bisnis merupakan sebuah perusahaan. Para ahli pun mendifinisikan bisnis dengan cara berbeda. Definisi Raymond E. Glos dalam bukunya “Business: its nature and environment: an introduction”, dianggap memiliki cakupan yang paling luas, yakni:


“bisnis merupakan seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan industry yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan mempertahankan dan memperbaiki standar serta kualitas hidup mereka”

Orang mencoba untuk terjun menjadi pengusaha karena banyak hal, tapi diruntut-runtut biasanya berakhir pada kebebasan mengelola usahanya sesuai kata hati, iming-iming penghasilan yang jauh dibandingkan dengan kenaikan gaji 5-10% setiap tahun.

Masalahnya selain harus punya dana cukup untuk memulai usahanya, kita juga perlu kosentrasi penuh supaya kita tahu liku-liku usaha yang kita sedang coba tekuni. Alih-alih membuang dana dan energy pada trial and error, yakni sering-sering lebih banyak errornya ada jalan keluarnya. Yaitu membeli waralaba. Kebebasan menjadi pengusaha tercapai. Trial and error telah dilakukan orang lain, sehingga kita tidak perlu babak belur karena menghadapi error yang berkepanjangan.

B. Identifikasi masalah
Kami mencoba membahas waralaba di makalah ini. Bagaimanapun waralaba adalah salah satu tawaran investasi. Sebaik-baiknya investasi, kita tetap perlu cermat, karena namanya tawaran selalu manis. Apa saja yang perlu kita lihat, kita hitung kembali, kita ketehui dari prospektus waralaba.

C. Pembatasan masalah
Motivasi utama kegiatan bisnis adalah laba yang didefinisikan sebagai perbedaan antara penghasilan dan biaya-biaya yang dikeluarkan. Dalam bisnis, para pengusaha harus dapat melayani pelanggan dalam jangka panjang, selain harus selalu mengetahui kesempatan-kesempatan baru untuk memuaskan keinginan pembeli. Ini semua berkenaan dengan kesempatan usaha waralaba.

D. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana deskripsi perencanaan bisnis yang memaksimalkan peluang keberhasilan?
2. Bagaimana deskripsi waralaba ?
3. Bagaimana deskripsi contoh waralaba lokal di Indonesia ?
4. Bagaimana deskripsi perkembangan waralaba terkini hasil investigasi lapangan di dua kota besar, Jakarta dan Yogyakarta ?
5. Bagaimana deskripsi peran waralaba terhadap sektor perekonomian Nasional ?

E. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Menggambarkan perencanaan bisnis di masa depan dengan cara memahami usaha waralaba dengan baik. Memenuhi salah satu tugas pengantar bisnis. Manfaat yang dapat kita peroleh adalah menambah wawasan mengenai dunia usaha waralaba di indonesia.

BAB II

ISI

2.1. Perencanaan Bisnis (Business plan)

Perencanaan bisnis merupakan alat yang sangat penting bagi pengusaha maupun pengambil keputusan kebijakan perusahaan. Tujuan perencanaan bisnis adalah agar kegiatan bisnis yang akan dilaksanakan maupun yang sedang berjalan tetap berada dijalur yang benar sesuai dengan yang direncanakan. Perencanaan bisnis juga merupakan pedoman untuk mempertajam rencana-rencana yang diharapkan, karenda didalam perencanaan bisnis kita dapat mengetahui posisi perusahaan kita saat ini, arah tujuan perusahaan dan cara mencapai sasaran yang ingin kita capai. Perencanaan bisnis yang baik harus memuat tahap-tahap yang harus dilakukan untuk memaksimalkan peluang keberhasilan.

Perencanaan bisnis juga dapat dipakai sebagai alat untuk mencari dana dari pihak ketiga, seperti pihak perbankan, investor, lembaga keuangan dan sebagainya. Bantuan dana yang diperlukan tersebut dapat berupa bantuan dana jangka pendek untuk modal kerja maupun jangka panjang untuk perluasan atau biaya investasi.

2.2. Sejarah Singkat Mengenai Waralaba

Istilah franchise (seterusnya waralaba) memang beraroma perancis. Namun Amerika Serikatlah yang mempopulerkan istilah itu. Kata franchise sendiri bermakna “kebeabsan” (fredom). Dalam bahasa Indonesia, franchise diterjemahkan waralaba atau terjemahan bebasnya lebih untung. Wara berarti lebih. Sedangkan laba artinya untung.

Waralaba berakar dari sejarah masa silam prakter bisnis di Eropa. Pada masa lau, bangsawan diberikan wewenang oleh raja untuk menjadi tuan tanah pada daerah-daerah tertentu. Pada daerah tersebut, sang bangsawan dapat memanfaatkan tanah yang dikuasainya dengan imbalan pajak/upeti yang dikembalikan kepada kerajaan. System tersebut menyerupai royalty, seperti layaknya bentuk waralaba saat ini.

Di Amerika serikat sendiri, waralaba mengalami booming pada tahun 60-70an setelah berakhirnya perang Dunia ke-2. Pada saat itu, banyak terjadi praktik penipuan bisnis yang mengaku sebagai waralaba, salah satunya dengan cara menjual system bisnis waralaba yang ternyata belum teruji keberhasilannya dilapangan.

Selain itu, perawalaba pun lebih fokus unituk menjual waralaba milik mereka dibandingkan membangun dan menyempurnakan system bisnis waralabanya. Banyak investor baru gagal oleh modus seperti ini. Hal ini menjadi salah satu pencetus munculnya IFA (internasional Franchise Association) pada tahun 1960.

Salah satu tujuan didirikannya IFA adalah untuk menciptakan iklim industry bisnis waralaba yang dapat dipercaya. IFA menciptakan kode etik waralaba sebagai pedoman bagi anggota-anggotanya. Walau begitu, kode etik waralaba masih perlu didukung oleh perangkat hukum agar dapat memastikan hak-hak tiap-tiap pihak dalam industry perlindungan.

2.3. Definisi Singkat Mengenai Waralaba

Franchise berarti kebebasan yang diperoleh seseorang untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu. Sedangkan pewaralaba (franchising) adalah suatu aktivitas dengan system waralaba (franchise), yaitu suatu system keterkaitan usaha yang saling menguntungkan antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee).

2.4. Unsur-unsur Waralaba

1. Harus mempunyai merek (nama termasuk derivatifnya) : Logo, moto atau perusahaan.

2. Harus mempunyai system bisnis yang bisa digandakan,

Yang dimaksud dengan system bisa di gandakan adalah semua perangkat operasional bisnis; mencakup standarisasi produknya, metode pengolahannya atau metode jasa, standar iklannya, system keuangannya, system control inventory dan lain sebagainya.

3. Ada biaya atau fee yang dibayarkan.

Biaya yang terkait dengan adanya waralaba ini adalah initial fee, biaya awal, investasi awal apapun namanya, yang dikaitkan dengan perjanjian waralaba.

4. Adanya pelatihan awal

Pelatihan yang bersifat berkesinambungan, yang diselenggarakan oleh franchisor guna peningkatan keterampilan.

2.5. Tipe-tipe Waralaba

Secara umum, system pewaralabaan (franchising) dibedakan menjadi empat kategori besar, yaitu :

a. Product franchising (trade-name franchising)

b. Manufacturing franchising (product – distribution franchising)

c. Business – format franchising (pure/comprehensive franchising)

d. Franchising pribadi

2.6. Gurihnya Waralaba lokal
“Setelah itu terjadi krisis. Jumlah usaha waralaba merosot dari 232 usaha menjadi 150-an. Tapi yang local justru berkembang.”

Anang Sukandar

(ketua Asosiasi Franchise Indonesia,AFI)

Franchise Januari-Februari/2006

Pada masa krisis moneter (krismon), pengusaha-pengusaha kelas kakap banyak mengalami sport jantung. Selain dijerat utang, sebagian usahanya terkapar. Berbeda dengan pengusaha kecil dan menengah yang justru adem ayem. Disinilah kelebihan yang disandang oelh usaha kecil dan menengah atau UKM.

Lantas dimanakah posisi usaha waralaba local? Waralaba local boleh berbangga sebab termasuk salah satu bisnis UKM. Dengan kata lain, waralaba termasuk salah satu penyangga perekonomian nasional. Serupa denga UKM lainnya, waralaba justru mekar disaat badai krismon menghantam bangsa sejak tahun 1997.

2.7. Dua contoh Waralaba Lokal

A. ALFAMART

Alfamart dulu bernama Alfa Minimart. Lalu pada tanggal 1 Januari 2003 baru berubah menjadi Alfamart. Visi Alfamart adalah menjadi jaringan distribusi ritel terkemuka yang dimiliki oleh masyarakat luas, berorientasi pada pemberdayaan pengusaha kecil, pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen, serta mampu bersaing secara global. Misi Alfamart adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan berfokus pada produk dan pelayanan berkualitas unggul.

Alfamart merupakan perusahaan jasa distributor eceran yang menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari. Target geografisnya adalah areal perumahan, fasillitas publik, dan gedung perkantoran. Target demografi utamanya adalah ibu rumah tangga serta kelompok sosial-ekonomi kelas menengah.

Tawaran Franchise

Keuntugan bermitra dengan Alfamart antara lain:

1. Survei lokasi secara mendetail dan perencanaan desain toko.

2. Target pasar jelas.

3. Seleksi produk berkualitas sesuai standar Alfamart.

4. Bantuan seleksi dan pelatihan karyawan.

5. Paket sistem dan administrasi keuangan toko.

6. Promosi dan pembukaan toko.

7. Panduan, bimbingan operasional, supervise, dan konsultasi selama lima tahun.

8. Tergabung dalam jaringan Alfamart.

Untuk menjadi franchisee Alfamart, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Perorangan/badan usaha (koperasi, CV, PT, dan lain-lain).

2. Warga Negara Indonesia.

3. Sudah atau akan memiliki tempat usaha dengan luas 80 m2 (di luar gedung dan tempat tinggal karyawan).

4. Memenuhi persyaratan perizinan.

5. Mempunyai area yang cukup.

6. Bersedia mengikuti sistem dan prosedur yang berlaku di Alfamart.

Adapun tahapan yang perlu dilalui oleh calon franchisee antara lain:

1. Presentasi 1.

2. Usulan lokasi disetujui.

3. Presentasi 2.

4. Perjanjian franchise.

Ada beberapa paket tawaran investasi. Untuk luas toko 80 m2 dengan 36 rak, investasi awalnya adalah Rp 300.000.000,-, paket 45 rak dengan luas toko 100 m2 Rp 330.000.000,-, dan paket 54 rak dengan luas toko 120 m2 Rp 380.000.000,-. Tempat usaha disediakan sendiri oleh franchisee (milik pribadi atau sewa) dengan persetujuan Alfamart.

Royalti fee yang dikenakan pada franchisee dihitung secara progresif atas penjualan bersih perbulan dengan ketentuan sebagai berikut:
Penjualan Bersih Presentasi
Rp 0 – Rp 75.000.000 =  0%
Rp 75.000.000 – Rp 100.000.000 = 2%
Rp 100.000.000 – Rp 150.000.000 = 2.5%
Ø Rp 150.000.000 = 3%

B. PT. GUNUNG SELAMET
1.1. Our excellent Process

Proses produksi PT.Gunung Selamet adalah kombinasi dari pekerja trampil dan teknologi terkemuka. Saat ini perusahaan mempekerjakan sekitar 2000 staff. Pengemasan menggunakan mesin dari Jerman dan Italia.Salah satunya adalah teknologi knotting system, yang dapat menghasilkan 350 kantung the per detik.

Produksi teh wangi :

Pengeringan teh hijau,peragian, proses pewangian,penyortiran bunga,dan pengeringan teh wangi.

Proses produksi teh hitam : Pencampuran

1.2. Our Strict Quality Control

Untuk menghasilkan produk bermutu tinggi yang konsisten, PT Gunung Selamat bertahan pada pengendalin mutu yang teliti. Dalam kaitan dengan ini, PT Gunung Selamat memiliki sejumlah sertifikat seperti :

* HALAL sertifikat dari MUI
* HACCP sertifikat dari McDonald’d
* WSI (Worldwide Supplier Identification) & WRIN (Worldwide Raw Item Number) dari McDolnald’s.

1.3. Our Mutual Partnerships

Perusahaan besar di Indonesia membina partnership dengan PT Gunung Selamet dalam kaitan dengan dedikasinya dalam memproduksi produk bermutu. McDonald’s dan Nustika Ratu dan yang lain menggunakan bahan baku kantong the.

1.4. Our Loyal Customers

Produksi seperti Teh Cap Botol,Teh celup Sosro dan Teh Cap Poci di distribusikan secara nasional sedangkan sisanya tergantung pada permintaan pasar. Distribusi produk dilaksanakan oleh perwakilan local di seluruh Indonesia.

1.5. About Tea

Introduction of tea to Indonesia

Teh di kenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Baru pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan teh dengan mendatangkan biji-biji Teh secara besar-besaran dari Cina untuk di budidayakan di pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil setelah pada tahun 1824 Dr.Van Siebold seorang ahli bedah Tentara Hindia Balanda yang pernah melakukan penelitian alam di Jepang mempromosikan usaha pembudidayaan dengan bibit teh dari Jepang. Usaha perkebunan Teh pertama dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda, sehinggan pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, Teh menjadi salah satu tanaman yang harus di tanam rakyat melalui Politik Tanam Paksa (Culture Stetsel). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan Teh diambil alih oleh pemerintah RI. Sekarang, perkebunan dan perdagangan Teh juga dilakukan oleh pihak swasta.

1.6. Product

Teh Cap Botol, Teh Cap Poci, Teh Cap Sadel, Teh Cap Trompet, Teh Cap Berko. Es Teh Cap Poci

Business Opportunity

(Available only in Indonesia)

Konsep Bisnis Es Teh Poci :

* Menciptakan ENTREPRENEURS melalui Unit Usaha Mandiri (UKM)
* Menciptakan lapanagan kerja baru
* Menciptakan peluang pasar baru

Biaya Investasi Awal

Paket Meja 1 (Meja Kecil) : Rp.5000.000,-

Paket Meja 2 (Meja Besar) : Rp.7.500.000,-

(harga sewaktu-waktu bisa berubah)

Barang-barang yang anda dapatkan

1. Meja Counter

2. Cooler Box

3. Container Eh Teh

4. Termos

5. Teko listrik

6. Mesin Seal

7. Centong Kayu

8. Sendok Besar

9. Saringan

Keuntungan Bisnis Es Teh Cap Poci

* Biaya Investasi Awal paling ringan (Rp.5.000.000,; dan Rp.7.500.000,-)
* Return on Investment (balik modal) Paling Cepat (Penjualan 70 cup sehari, ROI=3,4 bulan)
* Modal Kecil, Untung Besar (Modal Kerja : Rp.1.219,/ cup)
* Harga jual : tidak terikat dan tidak mematok
* Dibawah naungan perusahaan terkemuka Ahlinya Teh

Perhitungan Laba Es Teh Cup Poci

Paket Meja 1 (perhitungan ini hanya ilustrasi)

Analisis Usaha

* Biaya Investasi Awal : Rp.5000.000,;
* Penjualan Rata-rata/hari : Rp.70 cup/hari
* Harga Jual Es Teh Poci : Rp.2.500.;
* Omset/bulan : 70 cup x 30 hari x Rp.2.500,- (Rp.5.250.000,-)

Biaya Variabel

* Sewa Tempat : 500.000,-
* SDM : Rp.700.000,-
* Modal Kerja : Rp.2.559.000,-
* Jumlah :Rp.3.759.000,-

* Laba : Rp.5.250.000 – Rp.3.759.900 = Rp.1.490.000,-

* Return on Investment : 3 – 4 bulan (balik modal)

*Contoh Perhitungan Modal kerja

Modal Biaya percup : Rp.1.219,-

Penjualan Rata-rata/hari : 70 cup

Hari Kerja : 30 hari

Modal Kerja / bulan : 70 cupx 30 hari x Rp.1.219,- = Rp.2.559.000,-

2.8. Info Terkini Waralaba

Hasil investigasi lapangan perkembangan waralaba yang terjadi di dua kota besar yaitu Yogyakarta dan Jakarta yang bersumber dari kompas.com sebagai berikut:

YOGYAKARTA, Usaha waralaba di bidang makanan lebih cepat jenuh dibanding bidang lain. Dari sekitar 20 usaha waralaba makanan yang muncul di DIY, saat ini hanya sekitar 35 persen yang bisa terus berkembang.

Ketua Paguyuban Alumni Waralaba Yogyakarta Annas Yanuar mengatakan, pertumbuhan waralaba makanan di DIY cukup tinggi. Selain waralaba lokal, ada banyak waralaba dari luar yang masuk. “Hal itu membuat masyarakat cepat merasa jenuh dengan jenis-jenis makanan yang ditawarkan. Usaha makanan itu paling riskan karena larinya ke rasa . Kalau tidak ada variasi konsumen akan cepat jenuh,” katanya, Senin (5/10).

Walaupun banyak usaha waralaba yang tidak berlanjut, lanjut Annas, animo pengusaha untuk mewaralabakan usahanya masih besar. Permintaan dari calon investor pun masih ti nggi. Banyaknya mahasiswa di DIY dianggap sebagai pasar potensial bagi usaha waralaba. Pemilik Soto Ponorogo dan Bakmi Kadin, misalnya, tengah menjajagi kemungkinan untuk mewaralabakan usahanya.

Menurut Annas, kreativitas pelaku wirausaha di DIY dalam menciptakan ide usaha memang tinggi. Secara nasional, saat ini jumlah usaha waralaba yang muncul di DIY menempati posisi kedua setelah Jakarta. “Waralaba di bidang jasa, pendidikan sampai kuliner tetap diminati. Jumlah yang muncul di DIY sekitar 50-an, dengan ribuan gerai yang tersebar ke seluruh Indonesia,” ujarnya.

Secara terpisah, pemilik usaha waralaba Tela Tela Febri Triyanto mengatakan, usaha di bidang makanan memang memiliki siklus jenuh. “Jika dulu di DIY ada 100 gerai Tela Tela, kini jumlahnya tinggal sekitar 50 gerai. Sedangkan secara nasional Tela Tela saat ini punya 1.650 gerai. Tahun 2005 gerobak Tela Tela di DIY sangat banyak. Di satu sisi omzetnya bisa sangat tinggi, di sisi lain itu menimbulkan kejenuhan dan persaingan sehingga perlu dikurangi,” katanya.

Menurut dia, bertahannya usaha waralaba juga sangat tergantung pada faktor manusia. Meski menjadi usaha sampingan, pembeli merek waralaba harus tetap menseriusi usahanya. Selain itu, inovasi produk harus terus dilakukan.

JAKARTA. Pengembangan calon wirausahawan muda hingga kini masih terganjal akses, baik permodalan, pembinaan, dan informasi. Hal itu kerap melemahkan motivasi para calon wirausahawan untuk bertahan di tengah arus kompetisi.

Direktur Eksekutif Indonesia Business Links (IBL) Yanti Koestoer, di Jakarta, Senin (22/6), mengemukakan, hambatan calon wirausahawan muda untuk berkembang adalah kurangnya inisiatif untuk berbisnis, serta minimnya akses informasi, pendanaan, dan bimbingan.

“Kaum muda kerap mengalami kesulitan akses informasi, permodalan, dan bimbingan dari pebisnis yang berpengalaman. Kendala itu berlangsung tidak hanya di desa, melainkan di perkotaan,” ujar Yanti.

Berdasarkan hasil program Inisiatif Wirausaha dan Karyawan Muda (YEEI) yang dilaksanakan IBL pada tahun 2006-2009, jumlah pemuda dan pemudi berumur 18-24 tahun yang dibina untuk wirausaha adalah 650 orang dan karyawan 1.200 orang. Dari jumlah itu, kaum muda yang menjadi wirausahawan 580 orang atau 89 persen, dan disalurkan ke perusahaan 1.000 orang (83 persen).

Program Advisor YEEI, Muchlis Ali, mengemukakan, upaya untuk mendorong wirausahawan muda antara lain mendukung akses permodalan, pembinaan, dan pasar. Mulai September 2009, pihaknya berencana mengembangkan fase kedua program YEEI untuk pemuda berusia 18-24 tahun dengan melibatkan kemitraan dengan perusahaan, dan lembaga swadaya masyarakat.

Usaha jasa

Sementara itu, usaha berbasis waralaba di bidang jasa mulai menggeliat. Sebagian usaha berbasis waralaba jasa itu memanfaatkan peluang bisnis dari gaya hidup konsumtif segmen masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.

Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar mengemukakan, usaha berbasis waralaba di bidang jasa yang mulai marak antara lain pendidikan, termasuk bimbingan belajar, dan kursus.

Sementara itu, bisnis berbasis waralaba di bidang cucian kendaraan juga mulai berkembang dengan menawarkan keunikan obat-obatan dan pola pencucian. Bisnis itu bertumbuh seiring dengan terus bertambahnya jumlah kendaraan.

Data AFI menunjukkan, hingga Juni tahun 2009, terdapat 750 usaha berbasis waralaba dan waralaba lokal di Indonesia. “Masyarakat yang konsumtif adalah peluang pasar,” ujar Anang.

JAKARTA. Suku bunga bank dinilai masih terlalu tinggi sehingga memberatkan para pengusaha untuk memulai atau mengembangkan bisnis waralaba. Berbeda dengan di Malaysia yang memberikan potongan bunga 50 persen khusus untuk bisnis waralaba.

“Sudah saatnya bunga bank di Indonesia diturunkan setengah. Namanya juga menciptakan lapangan pekerjaan,” kata Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar saat pembukaan International Franchise, License and Business Concept Expo Conference (IFRA) di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (19/6).

Anang mengatakan, dalam lima tahun terakhir pertumbuhan waralaba terus meningkat karena masyarakat mulai sadar bahwa waralaba dapat meningkatkan perekonomian dan menciptakan pekerjaan. “Banyak yang mengalami PHK atau tidak mempunyai keahlian tertentu sehingga mulai timbul usaha-usaha kecil,” ungkapnya.

Data pertumbuhan waralaba di Indonesia lima tahun terakhir, yaitu tahun 2005 franchise asing sebanyak 237 dan lokal 129, tahun 2006 asing 220 dan lokal 230, tahun 2007 asing 250 dan lokal 450, tahun 2008 asing 255 dan lokal 600, dan terakhir tahun 2009 asing 260 dan lokal 750. “Itu terdiri dari franchise dan bisnis opportunity (usaha yang masih menjadi peluang bisnis),” katanya.

Saat ini, katanya, usaha yang masih menjadi business opportunity (BO) masih cukup besar dari total 1.010 jenis usaha, sekitar 700 usaha masih berstatus BO.

Menurutnya, banyak usaha yang belum bisa menjadi franchise karena jiwa kewirausahaan para pengusaha yang masih kurang sehingga belum menjadi produk unggulan. “Jiwa berani mengambil risiko, tahan banting, ulet, dan tekun yang masih kurang,” tegasnya.

Untuk menjadi franchise BO harus memenuhi beberapa syarat, seperti usahanya harus sukses dengan penjualan yang meningkat, memiliki keunikan yang tidak mudah dicari, punya contoh cabang, dan usaha yang menguntungkan. “Selain itu bisa distandardisasi, bisa diajarkan dengan mudah, serta mempunyai market potensial yang besar,” ungkapnya.

Untuk itu, AFI akan mendorong UKM menjadi usaha unggulan. “Tapi memang memerlukan waktu dan pengalaman,” ucapnya.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Perencanaan bisnis merupakan alat yang sangat penting bagi pengusaha maupun pengambil keputusan kebijakan perusahaan dengan tujuan agar kegiatan bisnis yang akan dilaksanakan maupun yang sedang berjalan tetap berada dijalur yang benar sesuai dengan yang direncanakan. Salah satu perancanaan bisnis yang cukup menjanjikan yaitu tawaran investasi waralaba karena Masyarakat yang konsumtif adalah peluang pasar, dengan mengetahui dan memahami pengertian, unsur-unsur, tipe-tipe waralaba, contoh-contoh, pembagian waralaba dan berdasarkan pengalaman yang matang, investasi ini akan menghasilkan balikan modal awal, laba dan perluasan jaringan usaha. Dibawah naungan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), merupakan perkumpulan para pengusaha waralaba yang ada di Indonesia. Waralaba local saat ini lebih tumbuh dan berkembang pesat, menguntungkan dan tahan terhadap krisis ekonomi, karena biaya produksi dan pajak dapat diminamilisir supaya dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat di Negara Republik Indonesia. Dengan kata lain, waralaba termasuk salah satu penyangga perekonomian Nasional.

3.2. Saran

Berhati-hatilah dalam memilih usaha waralaba, artinya harus waspada dalam memutuskan rencana bisnis anda, biasanya janji awal usaha memang manis tetapi dalam pelaksanaan akan menghadapi suatu permasalahan yang membutuh solusi pemecahan dan kesabaran. Dengan pikiran cermat dan tepat memilih usaha waralaba dapat memaksimalkan keberhasilan. Sesuai dengan kondisi pasar, masyarakat yang konsumtif merupakan keuntungan tersendiri bagi para pengusaha waralaba. Perkembangan usaha waralaba sangat peka sekali terhadap perubahan ekonomi dan selera masyarakat. Di Indonesia usaha waralaba tumbuh dan berkembang sangat maju dari tahun ke tahun bertambah, sehingga memungkinkan orang untuk menekuni usaha ini.

DAFTAR PUSTAKA

* Pramono, Peny R. 2007. Cara Memilih Waralaba yang Menjanjikan Profit. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo.
* Kompas.com e-newspaper in Indonesian/ usaha dan bisnis
* Hakim, Lukman. 2008. Info Lengkap Waralaba. Jakarta. PT. Buku Kita
* M. Fuad. 2000. Pengantar Bisnis. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama
* Website : PT. Gunung Selamet

Disusun Oleh :
• Agus Nuramin
NPM. 20210331
• Ari Ariandi
NPM. 21210016
• Muhammad Faisal
NPM. 24210684

UNIVERSITAS GUNADARMA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar