JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Kerja Ujian Nasional (UN) DPR menemukan sejumlah kelemahan pelaksanaan evaluasi akhir siswa tersebut. Kelemahan tersebut di antaranya terkait standar mutu yang belum merata antarsatuan pendidikan sehingga tidak adil jika UN dilakukan dalam kondisi belum seragamnya mutu pendidikan.
"Evaluasi akhir belajar bagi siswa SMP/Mts, SMA/MA, SMA Luar Biasa dan SMK tidak dilaksanakan secara serentak dan diseragamkan antara satu daerah dan daerah lain, karena masih ditemukan sejumlah kelemahan dalam pelaksanaannya," kata Ketua Panja UN Rully Chairul Azwar dalam Lokakarya Ujian Nasional, di Jakarta, Jumat (15/10/2010).
Rully mengatakan, berdasarkan hasil analisa yang dilakukan Panja UN, masih ditemukan sejumlah kelemahan seperti standar mutu satuan pendidikan belum sama antara kota dan pedalaman, standardisasi ruang kelas, sarana prasarana dan guru belum sama. Untuk itu, tidak adil rasanya jika UN dilakukan secara seragam di tiap kota.
Kelemahan lain, lanjut Wakil Ketua Komisi X DPR RI ini, APBN untuk pendidikan sebesar 20 persen senilai Rp 243 triliun belum mampu mengatasi pembiayaan perbaikan mutu standar satuan pendidikan. Hal tersebut dikarenakan postur anggaran pendidikan tidak dikelola dengan tepat.
"Kami akui, Komisi X belum mampu memperbaiki postur anggaran pendidikan itu," ujarnya.
Rully menambahkan, penyelenggaraan UN yang dilakukan secara serentak juga berpengaruh pada teknis penyelenggaraan seperti pencetakan dan distribusi soal. Adanya kebocoran dan kecurangan sangat berpengaruh pada kredibilitas standar UN dan mutu pendidikan nasional.
Sementara itu, bentuk soal pilihan ganda tidak mendorong anak untuk berkonsentrasi penuh untuk belajar, kecuali hanya mengandalkan bimbingan belajar. Soal pilihan ganda pun menyebabkan anak tidak menguasai pelajaran pada semester akhir dan hanya menggiring siswa untuk menghapal dan menghitung.
"Kenyataannya banyak siswa yang menderita gangguan psikologis dan merasa banyak ketidak adilan pada UN," katanya.
Sementara dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Pendidikan Fasli Jalal menegaskan, kesepakatan UN sudah jelas. UN hanya perlu dikombinasikan dengan yang lain, sehingga perlu saran-saran dari Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP), Komisi X DPR RI , praktisi pendidikan, Komite Sekolah, dan lain-lain.
“UN jelas harus ada, untuk itu perlu disampaikan kepada publik agar tidak menjadi keraguan dari guru, siswa, dan orang tua. UN masih menjadi metode evaluasi pembelajaran bagi anak didik,” ucap Fasli.
sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/15/2311167/Diakui.Penuh.Kelemahan.UN.Tetap.Jalan
Standar mutu belum merata antarsatuan pendidikan sehingga tidak adil jika UN dilakukan dalam kondisi belum seragamnya mutu pendidikan.
-- Rully Chairul Azwar
Rully mengatakan, berdasarkan hasil analisa yang dilakukan Panja UN, masih ditemukan sejumlah kelemahan seperti standar mutu satuan pendidikan belum sama antara kota dan pedalaman, standardisasi ruang kelas, sarana prasarana dan guru belum sama. Untuk itu, tidak adil rasanya jika UN dilakukan secara seragam di tiap kota.
Kelemahan lain, lanjut Wakil Ketua Komisi X DPR RI ini, APBN untuk pendidikan sebesar 20 persen senilai Rp 243 triliun belum mampu mengatasi pembiayaan perbaikan mutu standar satuan pendidikan. Hal tersebut dikarenakan postur anggaran pendidikan tidak dikelola dengan tepat.
"Kami akui, Komisi X belum mampu memperbaiki postur anggaran pendidikan itu," ujarnya.
Rully menambahkan, penyelenggaraan UN yang dilakukan secara serentak juga berpengaruh pada teknis penyelenggaraan seperti pencetakan dan distribusi soal. Adanya kebocoran dan kecurangan sangat berpengaruh pada kredibilitas standar UN dan mutu pendidikan nasional.
Sementara itu, bentuk soal pilihan ganda tidak mendorong anak untuk berkonsentrasi penuh untuk belajar, kecuali hanya mengandalkan bimbingan belajar. Soal pilihan ganda pun menyebabkan anak tidak menguasai pelajaran pada semester akhir dan hanya menggiring siswa untuk menghapal dan menghitung.
"Kenyataannya banyak siswa yang menderita gangguan psikologis dan merasa banyak ketidak adilan pada UN," katanya.
Sementara dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Pendidikan Fasli Jalal menegaskan, kesepakatan UN sudah jelas. UN hanya perlu dikombinasikan dengan yang lain, sehingga perlu saran-saran dari Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP), Komisi X DPR RI , praktisi pendidikan, Komite Sekolah, dan lain-lain.
“UN jelas harus ada, untuk itu perlu disampaikan kepada publik agar tidak menjadi keraguan dari guru, siswa, dan orang tua. UN masih menjadi metode evaluasi pembelajaran bagi anak didik,” ucap Fasli.
sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/15/2311167/Diakui.Penuh.Kelemahan.UN.Tetap.Jalan
ini mengingatkan gue waktu lalu.. klo gue sih bilangnya "UN qo loyo" pembatas prestasi murid
BalasHapusjadi solusinya gimana ni kang buat UN selanjutnya? hehe
BalasHapusditiadakan saja ri.. ganti dg mutu pelajaran yg baik, lebih baik ujian sekolah biasa (ebtanas).. hahha
BalasHapus