Direktorat Jenderal Bea dan Cukai disingkat DJBC atau bea
cukai adalah nama dari sebuah
instansi pemerintah yang melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai. Pada masa penjajahan Belanda, bea dan cukai sering disebut dengan
istilah duane. Seiring
dengan era globalisasi, bea dan cukai sering menggunakan istilah customs.
TUGAS DAN FUNGSI
Tugas dan fungsi DJBC adalah berkaitan erat dengan pengelolaan
keuangan negara, antara lain memungut bea masuk berikut pajak
dalam rangka impor (PDRI) meliputi (PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai. Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering
disebut sisi penerimaan) ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang
dikelola oleh DJBC.
Selain itu, tugas dan fungsi DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor, mengawasi peredaran minuman yang mengandungalkohol atau etil alkohol, dan
peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau lainnya.
Seiring perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya sebagai
fasilitator perdagangan, yang berwenang melakukan penundaan atau bahkan
pembebasan pajak dengan syarat-syarat tertentu.
PROSES EKSPOR IMPOR
Proses impor dan pabean
Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual
beli biasa antara penjual yang berada di luar negeri dan pembeli
yang berada di Indonesia. Adapun tahapan impor adalah :
§
Hal yang penting dalam setiap transaksi impor adalah terbitnya L/C
atau letter of credit yang dibuka oleh
pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing
bank)
§
Selanjutnya penjual diluar negeri akan mendapatkan uang untuk
harga barangnya dari bank dinegaranya (correspondent
bank) setelah mengirim barang tersebut dan menyerahkan dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan pengiriman barang dan spesifikasi barang tersebut (bill
of lading (BL), Invoicedsb).
§
Dokumen-dokumen tersebut oleh correspondet
bank dikirim ke issuing
bank yang ada diIndonesia untuk di tebus oleh importir.
§
Dokumen yang kini telah dipegang oleh importir tersebut digunakan
untuk mengambil barang yang dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor belum dapat
dikatakan selesai karena importir belum mendapatkan barangnya.
§
barang impor tersebut diangkut oleh sarana pengangkut berupa
kapal-kapal pengangkut barang (cargo) internasional dan
hanya akan merapat di pelabuhan-pelabuhan resmi pemerintah, misalnya Tanjung
Priok (Jakarta) dimana sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia dilakukan.
banyak proses yang harus dilalui hingga akhirnya sebuah sarana pengangkut
(kapal cargo) dapat merapat dipelabuhan dan membongkar muatannya (barang
impor).
§
Istilah "pembongkaran" bukanlah barang tersebut di
bongkar dengan dibuka setiap kemasannya, namun itu hanya istilah pengeluaran
kontainer/peti kemas dari sarana pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak
membongkar isi dari kontainer itu jika memang
tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)
§
Setelah barang impor tersebut dibongkar maka akan ditempatkan
ditempat penimbunan sementara (container yard) perlu diketahui bahwa
menyimpan barang di kawasan ini dikenakan sewa atas penggunaan ruangnya (demorage).
§
Setelah bank menerima dokumen-dokumen impor dari bank corresponden
di negara pengekspor maka importir harus mengambil dokumen-dokumen tersebut
dengan membayar L/C yang telah ia buka. dengan kata lain importir harus menebus
dokumen tersebut karena bank telah menalangi importir ketika bank membayar
eksportir saat menyerahkan dokumen tersebut.
§
Setelah selesai urusan dokumen tersebut maka kini saatnya importir
mengambil barang tersebut dengan dokumen yang telah importir peroleh dari bank
(B/L, invoice dll).
§
Untuk mengambil barangnya maka importir diwajibkan membuat
pemberitahuan impor barang (PIB) atau disebut sebagai
pemberitahuan pabean atau dokumen pabean sedangkan invoice, B/L, COO (certificate
of origin), disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Tanpa PIB maka barang
impor tersebut tidak dapat diambil oleh importir.
§
PIB dibuat setelah importir memiliki dokumen pelengkap pabean
seperti B/L dll. Importir mengambil dokumen tersebut melalui bank, maka jika
bank tersebut merupakan bank devisa yang telah on-line dengan komputer DJBC
maka pengurusan PIB dapat dilakukan di bank tersebut.
§
Prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assesment begitu pula
dalam proses pembuatan PIB ini, formulir PIB terdapat pada bank yang telah
on-line dengan komputer DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk kepada bank
maka importir tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan dokumen yang
diperlukan kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC dimana barang
tersebut berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan tanjung priok
terdapat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.
§
Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk serta
(pungutan impor) pajak-pajak dalam rangka impor di bank, maka bank akan
memberitahukan kepada DJBC secara on-line mengenai pengurusan PIB dan pelunasan
bea masuk dan pajak impor. dalam tahap ini DJBC hanya tinggal menunggu importir
menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB inipun telah berkembang
sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki modul impor atau
telah terhubung dengan sistem komputer DJBC dapat menyerahkan PIB secara
elekronik (electronic data interchange system = EDI system) sehingga
dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara importir dengan
petugas DJBC
Mengenai
tindak pidana penggelapan diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 KUHP sampai pasal 377
KUHP dalam bentuk pokoknya disebutkan sebagai berikut :
“Barang
siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum
memiliki barang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain dan
berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dipidana karena penggelapan,
dengan pidana selama-lamanya empat tahun atau denda sebesar-besarnya Sembilan
ratus rupiah.”
R.
Soesilo (1968.258), penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan
pencurian dalam pasal 362. Bedanya ialah pada pencurian barang yang dimiliki
itu belum berada di tangan pencuri dan masih harus “diambilnya” sedangkan pada
penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan
jalan kejahatan.
Lamintang
memiliki pendapat tentang arti penggelapan yang pada dasarnya sama dengan
uraian Pasal 372 KUHP. Menurut Lamintang, tindak pidana penggelapan adalah
penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan oleh seorang yang mana kepercayaan
tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum.
Menurut
beliau, dengan penyebutan penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan
akan memberikan kemudahan bagi setiap orang untuk mengetahui perbuatan apa
sebenarnya yang dilarang dan diancam pidana dalam ketentuan tersebut.
Agar
dapat mengetahui lebih jelas apa yang dimaksud dengan tindak pidana
penggelapan, maka Tongat (2003:71), dengan berdasarkan Pasal 372, bahwa tindak
pidana dalam bentuk pokok mempunyai unsur sebagai berikut :
a. Unsur-unsur objektif yang
terdiri dari:
1. Mengaku
sebagai milik sendiri
2. Sesuatu
barang
3. Seluruhnya
atau sebagian adalah milik orang lain
4. Yang berada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan
5. Secara
melawan hukum
b. Unsur-unsur
subjektif yaitu “dengan
sengaja”
Berikut
ini Tongat (2003:72-75), menjelaskan unsur-unsur tersebut di atas:
1. Mengaku
sebagai milik sendiri
Unsur
memiliki dalam rumusan pasal ini merupakan terjemahan dari Zich
toeeigenen sebenarnya memiliki makna yang luas dari sekedar memiliki.
Oleh beberapa sarjana istilah tersebut disebut dengan menguasai.
2. Sesuatu barang
Makna
barang sekarang ini telah mengalami perkembangan yang pada awalnya merujuk pada
pengertian barang atau benda bergerak dan berwujud misalnya, radio, televisi,
uang dan lain sebagainya termasuk binatang, yang dalam perkembangannya
pengertian barang atau benda tidak hanya terbatas pada benda bergerak atau
tidak berwujud.
3. Seluruh atau sebagian
adalah milik orang lain
Unsur
ini mengandung pengertian bahwa benda yang diambil haruslah barang/benda yang
dimiliki baik seluruhnya ataupun sebagian oleh orang lain. Jadi harus ada
pemiliknya, barang atau benda yang tidak bertuan atau tidak ada pemiliknya
tidak dapat menjadi objek penggelapan.
Dengan
demikian dalam tindak pidana penggelapan, tidak dipersyaratkan barang yang
dicuri itu milik orang lain secara keseluruhan. Penggelapan tetap ada meskipun
itu hanya sebagian yang dimiliki oleh orang lain.
4. Berada dalam kekuasaannya
bukan karena kejahatan
Hal
pertama yang harus dibahas dalam ini adalah maksud dari menguasai. Dalam tindak
pidana pencurian, menguasai termasuk sebagai unsur subjektif sedangkan dalam
penggelapan, hal ini termasuk unsur objektif. Dalam pencurian, menguasai
merupakan tujuan dari pelakunya sehingga unsur menguasai tidak perlu terlaksana
pada saat perbuatan yang dilarang. Dalam hal ini, maksud pelakulah yang harus
dibuktikan. Sedangkan dalam penggelapan, menguasai bukan merupakan tujuan
pelaku sehingga perbuatan menguasai dalam penggelapan harus ada pada pelaku.
Dalam
tindak pidana penggelapan, perbuatan menguasai bukan karena kejahatan, bukan
merupakan ciri pokok. Unsur ini merupakan pembeda dengan pidana pencurian.
5. Secara melawan hukum
Sebagaimana
diketahui bahwa suatu barang dapat berada dalam kekuasaan orang, tidaklah harus
terkena tindak pidana. Penguasaan barang oleh seseorang dapat terjadi karena
perjanjian sewa-menyewa, jual beli, pinjam-meminjam dan sebagainya.
Apabila
suatu barang berada dalam kekuasaan orang bukan karena kejahatan tetapi karena
perbuatan yang sah, kemudian orang yang diberi kepercayaan untuk menyimpan dan
sebagainya itu menguasai barang tersebut untuk kepentingan diri sendiri secara
melawan hukum, maka orang tersebut berarti melakukan penggelapan.
6. Dengan maksud
Unsur
kesengajaan dalam rumusan tindak pidana dirumuskan dengan berbagai istilah,
termasuk di dalamnya dengan maksud. Persoalannya apakah kesengajaan atau maksud
itu ditujukan pada apa? Dalam hal ini kesengajaan atau maksud itu ditujukan untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Berikut
jenis-jenis penggelapan berdasarkan Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP.
1. Penggelapan
biasa
Yang
dinamakan penggelapan biasa adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 yang
unsur-unsurnya telah disebutkan di atas.
2. Penggelapan ringan
Pengelapan
ringan adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 373 dimana yang digelapkan
itu bukan hewan dan harganya tidak lebih dari 250,-
3. Penggelapan dengan
pemberatan
Penggelapan
dengan pemberatan yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang
barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia
mendapat upah (Pasal 374 KUHP)
4. Penggelapan dalam
kalangan keluarga
Penggelapan
dalam lingkungan keluarga yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang yang
karena terpaksa disuruh menyimpan barang itu, atau wali, curator, pengurus,
orang yang menjalankan wasiat atau pengurus balai derma, tentang suatu barang
yang ada dalam tangannya karena jabatannya tersebut (Pasal 375 KUHP).
BAGAIMANA DENGAN BARANG SELUNDUPAN DAN DAMPAKNYA SERTA SEHARUSNYA ?
Banyak sekali kasus yang kita dengar
di Indonesia. Barang Selundupan atau yang sering kita dengar ada si BM(Black
Market), disinilah barang-barang selundupan dijual secara babas dengan
masyarakat dengan harga yang malampau jauh juga dari harga sebenarnya. Mengapa
bisa seperti itu ? Karena barang-barang ini tidak melakukan proses secara legal
pada saat masuk ke Indonesia.
Apa dampaknya ? Otomatis berdampak
terhadap Perekonomian Negara terutama Pajak. Dengan demikian berkurang Pajak
yang akan di terima oleh Negara dan berdampak langsung pada Pembangunan Negara.
Bagaimana Seharusnya ? Keamanan,
keamanan dalam barang yang masuk ataupun barang yang keluar harus ekstra di
tekankan agar tidak ada lagi barang yang bisa di selundupkan oleh tangan-tangan
nakal. Dengan demikian, Pemasukan Pendapatan Negara melalui Pajakpun aman serta
berjalan dengan baik pula Pembanguan Infra struktur di Negara kita.
Diposting oleh :
Ari Ariandi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar