Jumat, 25 Mei 2012

Bea Cukai Terhadap Perekonomian Negara



Direktorat Jenderal Bea dan Cukai disingkat DJBC atau bea cukai adalah nama dari sebuah instansi pemerintah yang melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai. Pada masa penjajahan Belanda, bea dan cukai sering disebut dengan istilah duane. Seiring dengan era globalisasi, bea dan cukai sering menggunakan istilah customs.

TUGAS DAN FUNGSI
Tugas dan fungsi DJBC adalah berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara, antara lain memungut bea masuk berikut pajak dalam rangka impor (PDRI) meliputi (PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai. Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering disebut sisi penerimaan) ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.
Selain itu, tugas dan fungsi DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor, mengawasi peredaran minuman yang mengandungalkohol atau etil alkohol, dan peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau lainnya. Seiring perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya sebagai fasilitator perdagangan, yang berwenang melakukan penundaan atau bahkan pembebasan pajak dengan syarat-syarat tertentu.

PROSES EKSPOR IMPOR

Proses impor dan pabean
Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual beli biasa antara penjual yang berada di luar negeri dan pembeli yang berada di Indonesia. Adapun tahapan impor adalah :
§  Hal yang penting dalam setiap transaksi impor adalah terbitnya L/C atau letter of credit yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank)
§  Selanjutnya penjual diluar negeri akan mendapatkan uang untuk harga barangnya dari bank dinegaranya (correspondent bank) setelah mengirim barang tersebut dan menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengiriman barang dan spesifikasi barang tersebut (bill of lading (BL), Invoicedsb).
§  Dokumen-dokumen tersebut oleh correspondet bank dikirim ke issuing bank yang ada diIndonesia untuk di tebus oleh importir.
§  Dokumen yang kini telah dipegang oleh importir tersebut digunakan untuk mengambil barang yang dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor belum dapat dikatakan selesai karena importir belum mendapatkan barangnya.
§  barang impor tersebut diangkut oleh sarana pengangkut berupa kapal-kapal pengangkut barang (cargo) internasional dan hanya akan merapat di pelabuhan-pelabuhan resmi pemerintah, misalnya Tanjung Priok (Jakarta) dimana sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia dilakukan. banyak proses yang harus dilalui hingga akhirnya sebuah sarana pengangkut (kapal cargo) dapat merapat dipelabuhan dan membongkar muatannya (barang impor).
§  Istilah "pembongkaran" bukanlah barang tersebut di bongkar dengan dibuka setiap kemasannya, namun itu hanya istilah pengeluaran kontainer/peti kemas dari sarana pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)
§  Setelah barang impor tersebut dibongkar maka akan ditempatkan ditempat penimbunan sementara (container yard) perlu diketahui bahwa menyimpan barang di kawasan ini dikenakan sewa atas penggunaan ruangnya (demorage).
§  Setelah bank menerima dokumen-dokumen impor dari bank corresponden di negara pengekspor maka importir harus mengambil dokumen-dokumen tersebut dengan membayar L/C yang telah ia buka. dengan kata lain importir harus menebus dokumen tersebut karena bank telah menalangi importir ketika bank membayar eksportir saat menyerahkan dokumen tersebut.
§  Setelah selesai urusan dokumen tersebut maka kini saatnya importir mengambil barang tersebut dengan dokumen yang telah importir peroleh dari bank (B/L, invoice dll).
§  Untuk mengambil barangnya maka importir diwajibkan membuat pemberitahuan impor barang (PIB) atau disebut sebagai pemberitahuan pabean atau dokumen pabean sedangkan invoice, B/L, COO (certificate of origin), disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Tanpa PIB maka barang impor tersebut tidak dapat diambil oleh importir.
§  PIB dibuat setelah importir memiliki dokumen pelengkap pabean seperti B/L dll. Importir mengambil dokumen tersebut melalui bank, maka jika bank tersebut merupakan bank devisa yang telah on-line dengan komputer DJBC maka pengurusan PIB dapat dilakukan di bank tersebut.
§  Prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assesment begitu pula dalam proses pembuatan PIB ini, formulir PIB terdapat pada bank yang telah on-line dengan komputer DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk kepada bank maka importir tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC dimana barang tersebut berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan tanjung priok terdapat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.
§  Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk serta (pungutan impor) pajak-pajak dalam rangka impor di bank, maka bank akan memberitahukan kepada DJBC secara on-line mengenai pengurusan PIB dan pelunasan bea masuk dan pajak impor. dalam tahap ini DJBC hanya tinggal menunggu importir menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB inipun telah berkembang sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki modul impor atau telah terhubung dengan sistem komputer DJBC dapat menyerahkan PIB secara elekronik (electronic data interchange system = EDI system) sehingga dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara importir dengan petugas DJBC

Mengenai tindak pidana penggelapan diatur dalam Bab XXIV Pasal 372 KUHP sampai pasal 377 KUHP dalam bentuk pokoknya disebutkan sebagai berikut :
Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan  orang lain dan berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dipidana karena penggelapan, dengan pidana selama-lamanya empat tahun atau denda sebesar-besarnya Sembilan ratus rupiah.

R. Soesilo (1968.258), penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal 362. Bedanya ialah pada pencurian barang yang dimiliki itu belum berada di tangan pencuri dan masih harus “diambilnya” sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan.
Lamintang memiliki pendapat tentang arti penggelapan yang pada dasarnya sama dengan uraian Pasal 372 KUHP. Menurut Lamintang, tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan oleh seorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum.
Menurut beliau, dengan penyebutan penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan akan memberikan kemudahan bagi setiap orang untuk mengetahui perbuatan apa sebenarnya yang dilarang dan diancam pidana dalam ketentuan tersebut.
Agar dapat mengetahui lebih jelas apa yang dimaksud dengan tindak pidana penggelapan, maka Tongat (2003:71), dengan berdasarkan Pasal 372, bahwa tindak pidana dalam bentuk pokok mempunyai unsur sebagai berikut :
a.  Unsur-unsur objektif yang terdiri dari:
1.    Mengaku sebagai milik sendiri
2.    Sesuatu barang
3.    Seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain
4.    Yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan
5.    Secara melawan hukum
b.  Unsur-unsur subjektif yaitu “dengan sengaja”
Berikut ini Tongat (2003:72-75), menjelaskan unsur-unsur tersebut di atas:
1.  Mengaku sebagai milik sendiri
Unsur memiliki dalam rumusan pasal ini merupakan terjemahan dari Zich toeeigenen sebenarnya memiliki makna yang luas dari sekedar memiliki. Oleh beberapa sarjana istilah tersebut disebut  dengan menguasai.
2.  Sesuatu barang
Makna barang sekarang ini telah mengalami perkembangan yang pada awalnya merujuk pada pengertian barang atau benda bergerak dan berwujud misalnya, radio, televisi, uang dan lain sebagainya  termasuk binatang, yang dalam perkembangannya pengertian barang atau benda tidak hanya terbatas pada benda bergerak atau tidak berwujud.
3.  Seluruh atau sebagian adalah milik orang lain
Unsur ini mengandung pengertian bahwa benda yang diambil haruslah barang/benda yang dimiliki baik seluruhnya ataupun sebagian oleh orang lain. Jadi harus ada pemiliknya, barang atau benda yang tidak bertuan atau tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi objek penggelapan.
Dengan demikian dalam tindak pidana penggelapan, tidak dipersyaratkan barang yang dicuri itu milik orang lain secara keseluruhan. Penggelapan tetap ada meskipun itu hanya sebagian yang dimiliki oleh orang lain.
4.  Berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan
Hal pertama yang harus dibahas dalam ini adalah maksud dari menguasai. Dalam tindak pidana pencurian, menguasai termasuk sebagai unsur subjektif sedangkan dalam penggelapan, hal ini termasuk unsur objektif. Dalam pencurian, menguasai merupakan tujuan dari pelakunya sehingga unsur menguasai tidak perlu terlaksana pada saat perbuatan yang dilarang. Dalam hal ini, maksud pelakulah yang harus dibuktikan. Sedangkan dalam penggelapan, menguasai bukan merupakan tujuan pelaku sehingga perbuatan menguasai dalam penggelapan harus ada pada pelaku.
Dalam tindak pidana penggelapan, perbuatan menguasai bukan karena kejahatan, bukan merupakan ciri pokok. Unsur ini merupakan pembeda dengan pidana pencurian.
5.  Secara melawan hukum
Sebagaimana diketahui bahwa suatu barang dapat berada dalam kekuasaan orang, tidaklah harus terkena tindak pidana. Penguasaan barang oleh seseorang dapat terjadi karena perjanjian sewa-menyewa, jual beli, pinjam-meminjam dan sebagainya.
Apabila suatu barang berada dalam kekuasaan orang bukan karena kejahatan tetapi karena perbuatan yang sah, kemudian orang yang diberi kepercayaan untuk menyimpan dan sebagainya itu menguasai barang tersebut untuk kepentingan diri sendiri secara melawan hukum, maka orang tersebut berarti melakukan penggelapan.
6.  Dengan maksud
Unsur kesengajaan dalam rumusan tindak pidana dirumuskan dengan berbagai istilah, termasuk di dalamnya dengan maksud. Persoalannya apakah kesengajaan atau maksud itu ditujukan pada apa? Dalam hal ini kesengajaan atau maksud itu ditujukan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Berikut jenis-jenis penggelapan berdasarkan Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP.
1.  Penggelapan biasa
Yang dinamakan penggelapan biasa adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 yang unsur-unsurnya telah disebutkan di atas.
2.  Penggelapan ringan
Pengelapan ringan adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 373 dimana yang digelapkan itu bukan hewan dan harganya tidak lebih dari 250,-
3.  Penggelapan dengan pemberatan
Penggelapan dengan pemberatan yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah (Pasal 374 KUHP)
4.  Penggelapan dalam kalangan keluarga
Penggelapan dalam lingkungan keluarga yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa disuruh menyimpan barang itu, atau wali, curator, pengurus, orang yang menjalankan wasiat atau pengurus balai derma, tentang suatu barang yang ada dalam tangannya karena jabatannya tersebut (Pasal 375 KUHP).

BAGAIMANA DENGAN BARANG SELUNDUPAN DAN DAMPAKNYA SERTA SEHARUSNYA ?
Banyak sekali kasus yang kita dengar di Indonesia. Barang Selundupan atau yang sering kita dengar ada si BM(Black Market), disinilah barang-barang selundupan dijual secara babas dengan masyarakat dengan harga yang malampau jauh juga dari harga sebenarnya. Mengapa bisa seperti itu ? Karena barang-barang ini tidak melakukan proses secara legal pada saat masuk ke Indonesia.
Apa dampaknya ? Otomatis berdampak terhadap Perekonomian Negara terutama Pajak. Dengan demikian berkurang Pajak yang akan di terima oleh Negara dan berdampak langsung pada Pembangunan Negara.
Bagaimana Seharusnya ? Keamanan, keamanan dalam barang yang masuk ataupun barang yang keluar harus ekstra di tekankan agar tidak ada lagi barang yang bisa di selundupkan oleh tangan-tangan nakal. Dengan demikian, Pemasukan Pendapatan Negara melalui Pajakpun aman serta berjalan dengan baik pula Pembanguan Infra struktur di Negara kita. 

Diposting oleh :
Ari Ariandi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar