"REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menaikkan status kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) di Pemprov Banten ke tingkat penyidikan. Langkah ini disertai penetapan status tersangka pada Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
KPK melansir nilai proyek yang menjerat Atut itu sekitar Rp 9 miliar. "Alkes Banten nilai kontrak adalah Rp 9.313.685.000," kata juru bicara KPK Johan Budi SP dalam pesan singkat kepada Republika, Rabu (8/1).
Dihubungi secara terpisah, salah satu kuasa hukum Atut, Andi Simangunsong, mengatakan pihaknya merasa terkejut terhadap penetapan kliennya sebagai tersangka dalam kasus alkes. Pasalnya, Atut menyatakan tidak mengetahui soal proyek-proyek pengadaan di Banten.
Ia juga membantah jika disebutkan peran kliennya sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam proyek alkes ini. Maka itu, ia ingin mengetahui bagaimana konstruksi hukum hingga KPK menjadikan Atut sebagai tersangka.
Menurutnya, penetapan tersangka terhadap Atut ini hanya karena kakak dari Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan selaku pengusaha. Jika Wawan yang melakukan tindak pidana korupsi, lanjutnya, bukan berarti Atut juga ikut terlibat dalam setiap proyek di Banten yang didapatkan perusahaan-perusahaan milik Wawan.
Saat ditanya apakah dengan begitu Atut merasa namanya dicatut oleh adiknya sendiri dalam mendapatkan proyek-proyek di Banten, ia tidak menanggapinya. "Kalau memang seperti itu (nama Atut dicatut Wawan), tidak sepatutnya Atut menjadi tersangka. Jangan gara-gara Wawan adiknya lalu Atut jadi tersangka juga," kata Andi yang dihubungi Republika, Rabu (8/1).
Sebelumnya, KPK mengumumkan secara resmi terkait penetapan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) di Pemprov Banten pada Tahun Anggaran 2011-2013 pada Selasa (7/1) lalu. Bahkan selain Atut, adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan juga ditetapkan sebagai tersangka.
Atut dan Wawan dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUH Pidana. Atut menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Banten dan Wawan dalam kapasitasnya sebagai Komisaris Utama PT Bali Pacific Pragama.
Atut dan Wawan diduga melakukan pengaturan dalam pemenangan tender proyek tersebut dan kemudian melakukan penggelembungan terhadap nilai proyek. Sedangkan, nilai proyek ini Johan mengaku belum mengetahuinya.
Setelah penetapan dua tersangka ini, KPK belum akan berhenti dan masih mengembangkan kepada pihak-pihak lain yang diduga terlibat. Bukan tidak mungkin, KPK akan menetapkan tersangka lainnya.
Berdasarkan resume Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Banten atas Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012 yang diperoleh Republika, pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Pemprov Banten tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp 30.257.444.000.
Hal ini berdasarkan nilai proyek dari pengadaan sarana dan prasarana Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten serta peningkatan pelayanan kesehatan Rumah Sakit dan Laboratorium Daerah sekitar Rp 145 miliar.
Anggaran yang tidak sesuai sekitar Rp 30 miliar ini terdiri dari tiga masalah. Seperti alat kesehatan yang tidak lengkap senilai Rp 5.724.609.000, alat kesehatan yang tidak sesuai dengan spesifikasi pada kontrak dengan nilai total sebesar Rp 6.393.822.000, dan alat kesehatan tidak ada saat pemeriksaan fisik dengan nilai total sebesar Rp 18.139.013.000. n bilal ramadhan ed: abdullah sammy
Data Penyimpangan Alkes:
Alat-alat kedokteran umum: Rp 2.870.763.000,
Pengadaan alat kesehatan penunjang Puskesmas: Rp 10.310.388.000
Pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas: Rp 23.523.185.000
Sumber
artikel: http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/14/01/08/mz3bqz-ratu-atut-chosiyah-dibidik-pencucian-uang
Opini:
Menurut saya sangat
baik jika terealisasikan dengan benar program pengadaan alat kesehatan program
anggaran untuk daerah Banten. Akan tetapi, amat disayangkan dengan fakta yang
terjadi dengan Ratu Atut dan Wawan adiknya yang diduga kasus korupsi dengan
Pengadaan Alat Kesehatan. Sangat mengecewakan masayarakat banyak dengan apa
yang terjadi dengan Gubernur Banten ini, pengadaan alat kesehatan yang tidak
sesuai dengan nilai yang dicantumkan, tidak sesuainya spesifikasi alat yang
dianggarkan dan terparahnya lagi tidak adanya sebagian alat kesehatan yang
dianggarkan pada saat pemeriksaan fisik dengan nilai nominal yang tidak sedikit
pastinya. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak terjadi kasus korupsi yang terjadi
karena memang kuranganya kesadaran para pejabat tinggi dengan Etika Profesi,
tidak sadarnya mereka dengan norma-norma yang ada, tidak sadarnya mereka dengan
tanggungjawabnya sebagai pejabat tinggi untuk mengayomi masyarakatnya dengan
baik, bukan mencari peluang untuk kepuasan pribadi diatas hak masyarakat
seperti yang dilakukan Ratu Atut dan Wawan atas Pengadaan Alat Kesehatan.
Tidak
menutup kemungkinan bahwa penyebab terjadinya kasus pengadaan alat kesehatan
ini karena adanya kerjasama dengan pihak-pihak tertentu selain Wawan sebagai
seorang pengusaha, bisa jadi juga karena adanya campur tangan dari pihak rumah
sakit yang menerima alat kesehatan. Terlebih lagi kasus ini terjadi karena kurangnya
ketegasan dalam pengawasan terhadap anggaran yang diadakan tiap tahunnya. Bagaimana
tidak, mari kita flashback kasus
korupsi yang terkait denga MK, mereka adalah para petinggi Negara, namun mereka
sendiri terlibat dengan adanya kasus korupsi. Akan tetapi disni saya hanya
berpendapat mengenai kasus pengadaan alat kesehatan di Banten.
Berikut adalah anggaran
yang tidak sesuai, menurut artikel diatas sekitar Rp 30 miliar terdiri dari
tiga masalah. Seperti alat kesehatan yang tidak lengkap senilai Rp
5.724.609.000, alat kesehatan yang tidak sesuai dengan spesifikasi pada kontrak
dengan nilai total sebesar Rp 6.393.822.000, dan alat kesehatan tidak ada saat
pemeriksaan fisik dengan nilai total sebesar Rp 18.139.013.000. Selain kasus
pengadaan alat, ada kasus lain yang berkaitan dengan Ratu Atut yaitu nama
depannya yang bergelar “Ratu”, bahwa sebenarnya gelar Ratu hanya diberikan
kepada keturunan yang memiliki garis keturunan khusus saja untuk daerah Banten.
Diduga Ratu Atut membeli gelar nama “Ratu” sebelum menjabat, bukankah ini juga
merupakan termasuk dalam kasus suap korupsi???
Harapan saya
sebagai generasi muda agar pemerintah lebih tegas lagi dalam menyelesaikan
masalah, khususnya kasus korupsi pengadaan alat kesehatan seperti di Banten.
Jika hanya dibiarkan begitu saja akan adanya berkelanjutan dari ganerasi kami/generasi
muda sebagai generasi penerus bangsa. Bisa ditengok contoh dari negara-negara
berkembang lainnya dan negara meju yang tegas untuk meminimalisir terjadinya
kasus korupsi dalam bentuk apapun. Dengan ketegasan hukum dan pemimpin,
setidaknya akan ada efek positif yang diberikan kepada masyarakat. Selain
ketegasan hukum dan pemimpin, ada yang tidak kalah pentinya adalah pemberian
contoh, pemberian contoh merupakan hal yang baik untuk para generasi penerus.
Karena pemberian contoh memberikan efek dan menjadikannya tradisi. Apabila para
pejabat tinggi memberikan contoh yang baik, maka akan ada tradisi yang baik
yang akan dilakukan generasi penerus. Akan tetapi, apabila para pejabat tinggi
memberikan contoh “KORUPSI” dengan tidak adanya ketegasan penyelesaian, maka
bersiapalah generasi penerus akan melakukan tradisi yang sama, yaitu tetap
“KORUPSI”.
Mohon maaf apabila ada pihak lain yang terkait, bukan tujuan untuk memihak. Diposting oleh Ari Ariandi. Terimakasih
Mohon maaf apabila ada pihak lain yang terkait, bukan tujuan untuk memihak. Diposting oleh Ari Ariandi. Terimakasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar