Minggu, 12 Januari 2014

Ratu Atut Chosiyah Dibidik Pencucian Uang


"REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menaikkan status kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) di Pemprov Banten ke tingkat penyidikan. Langkah ini disertai penetapan status tersangka pada Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
KPK melansir nilai proyek yang menjerat Atut itu sekitar Rp 9 miliar. "Alkes Banten nilai kontrak adalah Rp 9.313.685.000," kata juru bicara KPK Johan Budi SP dalam pesan singkat kepada Republika, Rabu (8/1).

Dihubungi secara terpisah, salah satu kuasa hukum Atut, Andi Simangunsong, mengatakan pihaknya merasa terkejut terhadap penetapan kliennya sebagai tersangka dalam kasus alkes. Pasalnya, Atut menyatakan tidak mengetahui soal proyek-proyek pengadaan di Banten.

Ia juga membantah jika disebutkan peran kliennya sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam proyek alkes ini. Maka itu, ia ingin mengetahui bagaimana konstruksi hukum hingga KPK menjadikan Atut sebagai tersangka.

Menurutnya, penetapan tersangka terhadap Atut ini hanya karena kakak dari Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan selaku pengusaha. Jika Wawan yang melakukan tindak pidana korupsi, lanjutnya, bukan berarti Atut juga ikut terlibat dalam setiap proyek di Banten yang didapatkan perusahaan-perusahaan milik Wawan.

Saat ditanya apakah dengan begitu Atut merasa namanya dicatut oleh adiknya sendiri dalam mendapatkan proyek-proyek di Banten, ia tidak menanggapinya. "Kalau memang seperti itu (nama Atut dicatut Wawan), tidak sepatutnya Atut menjadi tersangka. Jangan gara-gara Wawan adiknya lalu Atut jadi tersangka juga," kata Andi yang dihubungi Republika, Rabu (8/1).

Sebelumnya, KPK mengumumkan secara resmi terkait penetapan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) di Pemprov Banten pada Tahun Anggaran 2011-2013 pada Selasa (7/1) lalu. Bahkan selain Atut, adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan juga ditetapkan sebagai tersangka.

Atut dan Wawan dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUH Pidana. Atut menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Banten dan Wawan dalam kapasitasnya sebagai Komisaris Utama PT Bali Pacific Pragama.

Atut dan Wawan diduga melakukan pengaturan dalam pemenangan tender proyek tersebut dan kemudian melakukan penggelembungan terhadap nilai proyek. Sedangkan, nilai proyek ini Johan mengaku belum mengetahuinya.

Setelah penetapan dua tersangka ini, KPK belum akan berhenti dan masih mengembangkan kepada pihak-pihak lain yang diduga terlibat. Bukan tidak mungkin, KPK akan menetapkan tersangka lainnya.

Berdasarkan resume Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Banten atas Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012 yang diperoleh Republika, pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Pemprov Banten tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp 30.257.444.000.

Hal ini berdasarkan nilai proyek dari pengadaan sarana dan prasarana Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten serta peningkatan pelayanan kesehatan Rumah Sakit dan Laboratorium Daerah sekitar Rp 145 miliar.

Anggaran yang tidak sesuai sekitar Rp 30 miliar ini terdiri dari tiga masalah. Seperti alat kesehatan yang tidak lengkap senilai Rp 5.724.609.000, alat kesehatan yang tidak sesuai dengan spesifikasi pada kontrak dengan nilai total sebesar Rp 6.393.822.000, dan alat kesehatan tidak ada saat pemeriksaan fisik dengan nilai total sebesar Rp 18.139.013.000. n bilal ramadhan ed: abdullah sammy

Data Penyimpangan Alkes:

Alat-alat kedokteran umum: Rp 2.870.763.000,
Pengadaan alat kesehatan penunjang Puskesmas: Rp 10.310.388.000
Pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas: Rp 23.523.185.000


Opini:
Menurut saya sangat baik jika terealisasikan dengan benar program pengadaan alat kesehatan program anggaran untuk daerah Banten. Akan tetapi, amat disayangkan dengan fakta yang terjadi dengan Ratu Atut dan Wawan adiknya yang diduga kasus korupsi dengan Pengadaan Alat Kesehatan. Sangat mengecewakan masayarakat banyak dengan apa yang terjadi dengan Gubernur Banten ini, pengadaan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan nilai yang dicantumkan, tidak sesuainya spesifikasi alat yang dianggarkan dan terparahnya lagi tidak adanya sebagian alat kesehatan yang dianggarkan pada saat pemeriksaan fisik dengan nilai nominal yang tidak sedikit pastinya. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak terjadi kasus korupsi yang terjadi karena memang kuranganya kesadaran para pejabat tinggi dengan Etika Profesi, tidak sadarnya mereka dengan norma-norma yang ada, tidak sadarnya mereka dengan tanggungjawabnya sebagai pejabat tinggi untuk mengayomi masyarakatnya dengan baik, bukan mencari peluang untuk kepuasan pribadi diatas hak masyarakat seperti yang dilakukan Ratu Atut dan Wawan atas Pengadaan Alat Kesehatan.

            Tidak menutup kemungkinan bahwa penyebab terjadinya kasus pengadaan alat kesehatan ini karena adanya kerjasama dengan pihak-pihak tertentu selain Wawan sebagai seorang pengusaha, bisa jadi juga karena adanya campur tangan dari pihak rumah sakit yang menerima alat kesehatan. Terlebih lagi kasus ini terjadi karena kurangnya ketegasan dalam pengawasan terhadap anggaran yang diadakan tiap tahunnya. Bagaimana tidak, mari kita flashback kasus korupsi yang terkait denga MK, mereka adalah para petinggi Negara, namun mereka sendiri terlibat dengan adanya kasus korupsi. Akan tetapi disni saya hanya berpendapat mengenai kasus pengadaan alat kesehatan di Banten.
           
Berikut adalah anggaran yang tidak sesuai, menurut artikel diatas sekitar Rp 30 miliar terdiri dari tiga masalah. Seperti alat kesehatan yang tidak lengkap senilai Rp 5.724.609.000, alat kesehatan yang tidak sesuai dengan spesifikasi pada kontrak dengan nilai total sebesar Rp 6.393.822.000, dan alat kesehatan tidak ada saat pemeriksaan fisik dengan nilai total sebesar Rp 18.139.013.000. Selain kasus pengadaan alat, ada kasus lain yang berkaitan dengan Ratu Atut yaitu nama depannya yang bergelar “Ratu”, bahwa sebenarnya gelar Ratu hanya diberikan kepada keturunan yang memiliki garis keturunan khusus saja untuk daerah Banten. Diduga Ratu Atut membeli gelar nama “Ratu” sebelum menjabat, bukankah ini juga merupakan termasuk dalam kasus suap korupsi???

Harapan saya sebagai generasi muda agar pemerintah lebih tegas lagi dalam menyelesaikan masalah, khususnya kasus korupsi pengadaan alat kesehatan seperti di Banten. Jika hanya dibiarkan begitu saja akan adanya berkelanjutan dari ganerasi kami/generasi muda sebagai generasi penerus bangsa. Bisa ditengok contoh dari negara-negara berkembang lainnya dan negara meju yang tegas untuk meminimalisir terjadinya kasus korupsi dalam bentuk apapun. Dengan ketegasan hukum dan pemimpin, setidaknya akan ada efek positif yang diberikan kepada masyarakat. Selain ketegasan hukum dan pemimpin, ada yang tidak kalah pentinya adalah pemberian contoh, pemberian contoh merupakan hal yang baik untuk para generasi penerus. Karena pemberian contoh memberikan efek dan menjadikannya tradisi. Apabila para pejabat tinggi memberikan contoh yang baik, maka akan ada tradisi yang baik yang akan dilakukan generasi penerus. Akan tetapi, apabila para pejabat tinggi memberikan contoh “KORUPSI” dengan tidak adanya ketegasan penyelesaian, maka bersiapalah generasi penerus akan melakukan tradisi yang sama, yaitu tetap “KORUPSI”.

Mohon maaf apabila ada pihak lain yang terkait, bukan tujuan untuk memihak. Diposting oleh Ari Ariandi. Terimakasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar